Monday, January 7, 2013
Penanganan Pasien Syncope
Syncope
= benign faint, simple faint, neurogenic syncope, psychogenic syncope,
vasovagal syncope & vasodepressor syncope.
Syncope
adalah hilangnya kesadaran seseorang yang terjadi tiba-tiba dan bersifat
sementara akibat tidak adekuatnya cerebral
blood flow. Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan
bradikardi secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi.
Faktor-faktor
pemicu syncope :
§ Faktor
psikogenik : rasa takut, tegang, stress emosional, rasa nyeri hebat yang
terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dan rasa ngeri melihat darah atau alat
peralatan kedokteran seperit jarum suntik.
§ Faktor
non-psikogenik : posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan
lingkungan yang panas, lembab dan padat.
Patofisiologi
terjadinya syncope :
ü Faktor-faktor
psikogenik seperti perasaan takut, ngeri atau rasa nyeri yang hebat à peningkatan
aktivitas nervus vagus pada jantung dan pembuluh darah periferà bradikardi dan
vasodilatasi sistemik à
hipotensi secara mendadak à
penurunan cerebral blood flow yang ditandai dengan munculnya keluhan-keluhan
berupa: pandangan keluhan-keluhan berupa pandangan gelap, perasaan mau pingsan
& mual (nausea).
ü Hipotensi
akan merangsang refleks simpatis berupa takikardi dan vasokontriksi perifer
yang secara klinis dideteksi sebagai peningkatan denyut nadi dan keringat
dingin pada akral atau ekstremitas atas.
Gejala
klinis syncope dapat dibagi menjadi 3 fase :
1. Presyncope
· Diawali
dengan perasaan tidak nyaman, seakan mau pingsan, dan mual, dan didapatkan
keringat dingin di se,uruh tubuh.
· Apabila
berlanjut dapat muncul tanda-tanda dilatasi pupil, penderita menguap, hyperpnea
(kedalaman pernafasan yang meningkat) dan ekstremitas atas dan bawah teraba
dingin
· Pada
fase ini tekanan darah dan nadi turun pada titik dimana belum terjadi
kehilangan kesadaran.
2. Syncope
· Ditandai
dengan hilangnya kesadaran penderita dengan gejala klinis :
- Pernafasan
pendek, dangkal dan tidak teratur
- Bradikardi
dan hipotensi berlanjut
- Nadi
teraba lemah
- Gerakan
konvulsif dan muscular twitching pada otot-otot lengan, tungkai dan wajah.
· Pada
fase ini penderita rentan mengalami obstruksi jalan nafas karena terjadinya
relaksasi otot-otot akibat hilangnya kesadaran
· Pada
posisi supine pemulihan akan berlangsung cepat.
3. Postsyncope
· Merupakan
periode pemulihan dimana penderita kembali pada kesadaran
· Pada
fase awal postsyncope penderita dapat mengalami disorientasi, mual, dan
berkeringat.
· Pada
pemeriksaan klinis didapat nadi mulai meningkat dan teraba lebih kuat, dan
tekanan darah mulai naik.
Tatalaksana
kegawatdaruratan medis :
§ Pada
penderita yang mengalami syncope perlu dimonitor kesadarannya secara berkala
dengan melakukan komunikasi verbal dengan penderita. Apabila penderita dapat
merespon baik secara verbal maupun non-verbal berarti airway & breathing
penderita baik.
§ Circulation
dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan pengukuran tekanan
darah. Tekanan darah sistolik, meskipun turun, pada umumnya masih berada di
atas 70 mmHg. Sebaliknya, pada penderita yang mengalami syok tekanan darah
dapat menurun secara drastis sampai di bawah 60 mmHg. Pada hipotensi berat
semacam itu dapat terjadi hilangnya kesadaran dimana pnderita tidak memberikan
respon dengan rangsang verbal. Hilangnya kesadaran dapat dipastikan dengan
tidak adanya respon motorik terhadap rangsang nyeri, misalnya dengan cubitan,
pada ekstremitas atas penderita.
§ Apabila
terjadi penurunan atau kehilangan kesadaran yang disertai hipotensi maka segera
lakukan posisi supine, dimana kepala dan tungkai diletakkan lebih tinggi
daripada kepala.
§ Pada
penderita yang hilang kesadarannya perlu dilakukan intervensi untuk membebaskan
jalan nafas yaitu dengan chin lift dan head tilt yang bertujuan untuk
mengangkat pangkal lidah ke anterior untuk membebaskan orofaring dan
mengevaluasi fungsi pernafasan dengan look-feel-listen.
Diberikan oksigen tambahan dengan sarana face mask dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas.
Penanganan
syncope sebenarnya cukup sederhana yaitu :
ü Menempatkan
penderita pada posisi supine atau shock
position. Kedua manufer ini akan memperbaiki venous return ke jantung dan selanjutnya meningkatkan cerebral blood flow. Selain intervensi
tsb penderita dapat diberikan oksigen murni 100% melalui face mask dengan kecepatan aliran 6-8 liter per menit. Bila
intervensi dapat dilakukan segeran maka biasanya kesadaran penderita akan
kembali dalam waktu relatif cepat.
ü Setelah
kesadaran pulih tetap pertahankan penderita pada posisi supine, jangan
tergesa-gesa mendudukkan penderita pada posisi tegak karena hal ini dapat
menyebabkan terulangnya kejadian syncope yang dapat berlangsung lebih berat dan
membutuhkan waktu pemulihan lebih lama.
Referensi
:
Ø Kamadjaja.
Vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi; Bagaimana mencegah dan
mengatasinya?. Jurnal PDGI 59 (1) Hal. 8-13. 2009
Labels:
Bedah Mulut
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments (+add yours?)
Post a Comment