Sunday, September 29, 2013
Beberapa Desain Kawat pada Pesawat Ortodonti Lepasan
PENDAHULUAN
Pesawat ortodonti lepasan adalah pesawat yang dapat dipasang
dan dilepaskan oleh pasien. pesawat ortodonti lepasan pada umumnya terbuat dari
akrilik dan kawat. Komponen aktif pada pesawat ortodonti lepasan terdiri dari
pegas, labial bow, skrup, dan
elastik. Komponen aktif ini akan memberikan gaya sehingga menyebabkan
terjadinya pergerakan gigi. Pegas merupakan komponen aktif yang paling sering
digunakan. Desainnya bermacam-macam tergantung pada kebutuhan akan kondisi
klinis pasien. Pegas, labial bow, dan
klamer retensi terbuat dari kawat stainless steel.1 Artikel ini
membahas tentang beberapa desain pegas, labial
bow, dan klamer retensi.
DESAIN PEGAS
Titik kontak antara pegas dan gigi
menentukan arah pergerakan gigi. Ada banyak jenis desain pegas. Berikut ini
beberapa desain pegas yang sering digunakan.
1.
Finger spring (single cantilever spring)
Finger spring terbuat
dari kawat 0,5 atau 0,6 mm. Finger spring
dibuat dengan coil atau helix di dekat titik attachment-nya dan free end untuk pergerakan. Finger
spring diindikasikan untuk pergerakan mesio-distal gigi, misalnya untuk
menutup diastema anterior. Finger spring diaktivasi
dengan membuka coil (gambar 1A) atau
menggerakkan lengan aktifnya ke gigi yang digerakkan (gambar 1B). Aktivasi
optimal untuk kawat 0,5 adalah 3 mm, sedangkan untuk kawat 0,6 aktivasinya 1,5 mm.2
2.
Double cantilever
spring (Z spring)
Z spring (gambar 2) digunakan
untuk memproklinasikan gigi insisivus. Pegas ini terbuat dari kawat 0,5 mm dan
dipasang pada permukaan palatal gigi.1,2 Z spring memiliki dua helix
dengan diameter internal yang kecil. Z
spring diaktivasi dengan membuka kedua
helix 2-4 mm. Hanya satu helix diaktivasi
untuk koreksi rotasi ringan. Z spring ideal
untuk koreksi crossbite anterior.2
3.
T-spring
T-spring (gambar 3)
terbuat dari kawat berdiameter 0,5 mm dan digunakan untuk menggerakkan premolar
atau molar ke bukal. Pegas ini, seperti namanya, memiliki lengan berbentuk T
dan ujungnya tertanam di dalam basis akrilik. Aktivasinya dengan mendorong
ujung bebas dari T-spring ke arah
pergerakan gigi yang diharapkan.1,2
4.
Buccal Canine
Retractor Spring
Buccal canine
retractor spring (gambar 4) digunakan pada
kaninus yang terletak lebih ke bukal sehingga harus digerakkan ke palatal
ataupun ke distal. Buccal canine
retractor spring ini cenderung tidak nyaman bagi pasien sehingga jarang
digunakan. Buccal canine retractor spring
ini relatif memiliki dimensi vertikal yang tidak stabil sehingga sulit
untuk mengaktifkannya.1 Ini dibuat dengan menggunakan kawat
berdiameter 0,7 mm.1,3
Buccal canine retractor spring diaktivasi sekitar 1 mm yang diperlukan untuk memberikan gaya
yang optimal untuk retraksi kaninus (gambar 5). Namun pada praktek klinisnya,
hal ini sulit dicapai dengan tepat.1,3
LABIAL BOW
Labial bow dapat
digunakan menjadi aktif atau pasif. Labial
bow aktif digunakan untuk retraksi gigi insisivus. Ada berbagai macam desain
labial bow. Pemilihannya tergantung
pada pilihan operator dan besarnya retraksi yang diperlukan. Labial bow yang fleksibel seperti Roberts’ retractor adalah yang pilihan
yang tepat untuk mengurangi overjet yang
besar. Jika retraksi yang diperlukan sedikit dengan minor irregularity perlu dikoreksi, labial bow yang kurang fleksibel dapat dipilih karena lebih tepat
untuk pergerakan ini dan hanya memerlukan sedikit aktivasi.1
Berikut
ini beberapa contoh desain labial bow :
1.
Roberts’ retractor
Ini merupakan labial bow yang fleksibel yang terbuat dari kawat berdiameter 0,5
mm (gambar 6). Fleksibilitasnya tergantung pada vertical limb dan coil-nya
sehingga diperlukan ukuran yang adekuat (diameter internal minimal 4 mm).
Kesalahan yang umumnya terjadi adalah bagian horizontalnya terlalu pendek
sehingga gagal untuk mengontrol insisivus lateralnya.1
Aktivasi labial bow ini diperlukan sekitar 4 mm, tetapi daerah pengaktivan
sangat penting. Labial bow diaktivasi
dengan bending pada vertical limb di bawah coil.1
2.
Labial bow dengan ‘U’ loops
Ini
terbuat dari kawat 0,7 mm. Fleksibilitasnya tergantung pada tinggi vertikal loop (gambar 7). Sedikit pergerakan pada masing-masing gigi dapat diperoleh dengan
membuat bayonet bend pada titik yang
tepat (gambar 8). Keuntungan dari labial
bow dengan ‘U’ loop adalah jika
hanya perlu mengurangi sedikit overjet atau
diperlukan alignment insisivus.1
Untuk
mengurangi overjet, labial bow ini
diaktivasi pada ‘U’ loops-nya.
Aktivasi harus minimal. Labial bow sebaiknya
bergeser ke arah palatal hanya 1 mm.1
3.
Labial bow dengan reverse loop
Labial
bow ini (gambar 9) kadang-kadang digunakan untuk mencegah kaninus bergerak
ke arah bukal saat retraksi. Namun, metode untuk mengontrol pergerakan kaninus
harus dengan aktivasi yang tepat. Labial
bow ini kurang kaku dan sebaiknya diaktivasi hanya 1 mm setiap kontrol.1
4.
Extended labial bow
Labial bow ini terbuat dari kawat dengan diameter 0,7 mm dan
fleksibilitasnya bertambah dengan memperbesar loop-nya (gambar 10). Labial
bow ini merupakan alternatif untuk Roberts’
retractor untuk mengurangi overjet dan
juga sesuai untuk alignment gigi
insisivus. Karena ukuran loop-nya, labial bow ini kurang nyaman digunakan
oleh pasien. Labial bow ini harus diaktivasi dengan hati-hati untuk
menghindari trauma pada mukosa bukal.1
KLAMER RETENSI
Beberapa contoh klamer retensi yaitu
sebagai berikut :
1.
Klamer Adam.
Sejauh ini klamer retentif
yang paling sering digunakan pada pesawat lepasan saat ini adalah klamer
Adam (Gambar 11). Klamer ini terbuat dari kawat stainless steel 0,7 mm. Titik retentif pada klamer harus terletak
dengan baik pada undercut mesiobukal
dan distobukal. Pada anak-anak dimana mahkota gigi belum erupsi penuh, maka
akan sedikit sulit untuk meletakkannya pada undercut
sehingga perlu untuk memasukkan sedikit di bawah margin gingiva. Tahap ini
dilakukan dengan trimming model untuk
membentuk kontur anatomis mahkota, sehingga klamer dapat terletak sedikit jauh
untuk meletakkan undercut di bawah
tinggi kontur.1,4
Jika pesawat lepasan yang
baru diterima dari laboratorium, atau jika pasien datang kembali untuk kontrol,
dokter gigi sering perlu mengetatkan klamer. Prosedur ini dilakukan seperti
yang diilustrasikan pada gambar 12A, dengan bending
yang sederhana klamer sedikit ke gingiva dari titik attachment-nya. Mungkin juga melakukan bending pada titik retentif ke dalam untuk mendapatkan kontak yang
lebih baik pada daerah undercut (gambar 12B).4
2.
Ball ended clasp
Klamer ini dipasang pada undercut
di embrasur dan memberikan retensi yang efektif. Penempatan pada embrasur
umumnya tidak diinginkan karena dapat merusak gingiva dan menyebabkan diastema.
Namun klamer ini kadang-kadang digunakan jika gigi desidui harus digunakan
sebagai retensi (gambar 13).1
3.
Triangular clasp
Triangular
clasp (gambar 14) digunakan untuk menambah retensi. Jika hanya digunakan
sendiri, klamer ini tidak dapat memberikan retensi yang adekuat. Klamer ini
diletakkan di undercut antara dua
gigi posterior.
PEMBAHASAN
Pesawat ortodonti lepasan dapat didefenisikan sebagai pesawat
yang dapat dipasang dan dilepaskan dari mulut oleh pasien. Dari defenisi ini
memberikan makna bahwa keberhasilan ataupun kegagalan dari perawatan dengan
pesawat ortodonti lepasan sangat tergantung pada kekoopearifan pasien. Dengan
demikian, desain dan pembuatan pesawat ini harus dapat memaksimalkan
kekoopeatifan pasien.5
Desain pesawat lepasan memiliki banyak variasi dan
modifikasi yang dibutuhkan tergantung pada perbedaan maloklusi dan pemilihan
dari klinisi yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip umum yang harus diketahui
dalam mendesain pesawat lepasan seperti kenyamanan pasien, sederhana sehingga
pasien dapat memasang dan melepaskan pesawat dengan mudah, retensi, kekuatan
untuk meminimalisasi resiko terjadinya patah pada pesawat, oral higiene, serta
estetis.5
Material yang paling tepat untuk pegas, labial bow dan klamer ortodonti adalah stainless steel 18/8 (SS). SS memiliki elastisitas dan mudah
dibentuk, serta tahan terhadap terjadinya korosi. Hal-hal yang diperlukan dalam
mendisain pegas yaitu pastikan bahwa pegas akan bekerja pada jarak dan arah
yang diperlukan untuk menggerakkan gigi, serta pegas harus memiliki mekanis
yang baik agar tahan terhadap gangguan yang terjadi saat makan, berbicara, atau
membersihkannya.2
Gaya yang diberikan pada gigi sebaiknya adalah gaya yang
ringan. Gaya yang besar dapat memperlambat pergerakan gigi, terjadinya
pergerakan gigi yang tidak diharapkan, dan tidak nyaman pada pasien. Arah
pergerakan gigi ditentukan oleh titik kontak antara pegas/labial bow dengan gigi.1
DAFTAR PUSTAKA
1. K.G. Isaacson, J.D. Muir, R.T. Reed. Removable orthodontic
appliances. India: Elsevier, 2002
2. Gurkeerat Singh. Textbook of orthodontics second edition.
India : Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd, 2007
3. Laura Mitchell. An introduction to orthodontics, 2nd
edition. London : Oxford University Press, 2001
4. W.R. Proffit, H.W. Fields, D.M. Sarver. Contemporary
orthodontic, fourth edition. Missouri : Mosbi Elsevier, 2007 ; 402
5. Eliakim Mizrahi. Orthodontic pearls, a selection of practical
tips and clinical expertise. London : Tailor & Francis, 2004 ; 149
Labels:
Ortodonsia
Struktur Gigi ; Enamel
Enamel dibentuk oleh sel ameloblast. Enamel melapisi
mahkota anatomis gigi dan ketebalannya beragam:
·
Insisal insisivus = 2 mm
·
Cusp premolar = 2,3 – 2,5
mm
·
Cusp molar = 2,5 – 3 mm
Karena enamel lebih berwarna abu-abu dan semitranslusen,
maka warna gigi tergantung pada warna dentin di bawahnya, ketebalan enamel dan
banyaknya stain pada enamel. Besarnya translusensi enamel dikaitkan dengan
perbedaan derajat kalsifikasi. Enamel akan terlihat menjadi lebih putih dalam
beberapa menit saat gigi diisolasi dari saliva dengan rubber dam atau absorbent.
Jadi warna gigi harus ditentukan sebelum isolasi dan preparasi gigi untuk
restorasi yang sewarna gigi.
Enamel mengandung 95-98% komponen anorganik, 1-2% organik
dan 4% air dari massanya. Enamel tidak mampu mengalami perbaikan jika terjadi
kerusakan karena ameloblast mengalami
degenerasi setelah pembentukan enamel rod. Meskipun enamel strukturnya sangat
keras dan padat, namun enamel dapat bersifat permeabel terhadap ion dan molekul
tertentu. Permeabilitas enamel akan berkurang dengan bertambahnya usia karena
adanya perubahan matriks enamel.
Ref :
Theodore M. Roberson,
Harald O Heymann, Edward J. Swift. Sturdevant’s
art and science of operative dentistry, fourth edition. Missouri: Mosby
Inc, 2002
Labels:
Konservasi Gigi
Monday, January 7, 2013
Penanganan Pasien Syncope
Syncope
= benign faint, simple faint, neurogenic syncope, psychogenic syncope,
vasovagal syncope & vasodepressor syncope.
Syncope
adalah hilangnya kesadaran seseorang yang terjadi tiba-tiba dan bersifat
sementara akibat tidak adekuatnya cerebral
blood flow. Hal ini disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan
bradikardi secara mendadak sehingga menimbulkan hipotensi.
Faktor-faktor
pemicu syncope :
§ Faktor
psikogenik : rasa takut, tegang, stress emosional, rasa nyeri hebat yang
terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dan rasa ngeri melihat darah atau alat
peralatan kedokteran seperit jarum suntik.
§ Faktor
non-psikogenik : posisi duduk tegak, rasa lapar, kondisi fisik yang jelek, dan
lingkungan yang panas, lembab dan padat.
Patofisiologi
terjadinya syncope :
ü Faktor-faktor
psikogenik seperti perasaan takut, ngeri atau rasa nyeri yang hebat à peningkatan
aktivitas nervus vagus pada jantung dan pembuluh darah periferà bradikardi dan
vasodilatasi sistemik à
hipotensi secara mendadak à
penurunan cerebral blood flow yang ditandai dengan munculnya keluhan-keluhan
berupa: pandangan keluhan-keluhan berupa pandangan gelap, perasaan mau pingsan
& mual (nausea).
ü Hipotensi
akan merangsang refleks simpatis berupa takikardi dan vasokontriksi perifer
yang secara klinis dideteksi sebagai peningkatan denyut nadi dan keringat
dingin pada akral atau ekstremitas atas.
Gejala
klinis syncope dapat dibagi menjadi 3 fase :
1. Presyncope
· Diawali
dengan perasaan tidak nyaman, seakan mau pingsan, dan mual, dan didapatkan
keringat dingin di se,uruh tubuh.
· Apabila
berlanjut dapat muncul tanda-tanda dilatasi pupil, penderita menguap, hyperpnea
(kedalaman pernafasan yang meningkat) dan ekstremitas atas dan bawah teraba
dingin
· Pada
fase ini tekanan darah dan nadi turun pada titik dimana belum terjadi
kehilangan kesadaran.
2. Syncope
· Ditandai
dengan hilangnya kesadaran penderita dengan gejala klinis :
- Pernafasan
pendek, dangkal dan tidak teratur
- Bradikardi
dan hipotensi berlanjut
- Nadi
teraba lemah
- Gerakan
konvulsif dan muscular twitching pada otot-otot lengan, tungkai dan wajah.
· Pada
fase ini penderita rentan mengalami obstruksi jalan nafas karena terjadinya
relaksasi otot-otot akibat hilangnya kesadaran
· Pada
posisi supine pemulihan akan berlangsung cepat.
3. Postsyncope
· Merupakan
periode pemulihan dimana penderita kembali pada kesadaran
· Pada
fase awal postsyncope penderita dapat mengalami disorientasi, mual, dan
berkeringat.
· Pada
pemeriksaan klinis didapat nadi mulai meningkat dan teraba lebih kuat, dan
tekanan darah mulai naik.
Tatalaksana
kegawatdaruratan medis :
§ Pada
penderita yang mengalami syncope perlu dimonitor kesadarannya secara berkala
dengan melakukan komunikasi verbal dengan penderita. Apabila penderita dapat
merespon baik secara verbal maupun non-verbal berarti airway & breathing
penderita baik.
§ Circulation
dapat dinilai dengan memonitor nadi arteri radialis dan pengukuran tekanan
darah. Tekanan darah sistolik, meskipun turun, pada umumnya masih berada di
atas 70 mmHg. Sebaliknya, pada penderita yang mengalami syok tekanan darah
dapat menurun secara drastis sampai di bawah 60 mmHg. Pada hipotensi berat
semacam itu dapat terjadi hilangnya kesadaran dimana pnderita tidak memberikan
respon dengan rangsang verbal. Hilangnya kesadaran dapat dipastikan dengan
tidak adanya respon motorik terhadap rangsang nyeri, misalnya dengan cubitan,
pada ekstremitas atas penderita.
§ Apabila
terjadi penurunan atau kehilangan kesadaran yang disertai hipotensi maka segera
lakukan posisi supine, dimana kepala dan tungkai diletakkan lebih tinggi
daripada kepala.
§ Pada
penderita yang hilang kesadarannya perlu dilakukan intervensi untuk membebaskan
jalan nafas yaitu dengan chin lift dan head tilt yang bertujuan untuk
mengangkat pangkal lidah ke anterior untuk membebaskan orofaring dan
mengevaluasi fungsi pernafasan dengan look-feel-listen.
Diberikan oksigen tambahan dengan sarana face mask dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas.
Penanganan
syncope sebenarnya cukup sederhana yaitu :
ü Menempatkan
penderita pada posisi supine atau shock
position. Kedua manufer ini akan memperbaiki venous return ke jantung dan selanjutnya meningkatkan cerebral blood flow. Selain intervensi
tsb penderita dapat diberikan oksigen murni 100% melalui face mask dengan kecepatan aliran 6-8 liter per menit. Bila
intervensi dapat dilakukan segeran maka biasanya kesadaran penderita akan
kembali dalam waktu relatif cepat.
ü Setelah
kesadaran pulih tetap pertahankan penderita pada posisi supine, jangan
tergesa-gesa mendudukkan penderita pada posisi tegak karena hal ini dapat
menyebabkan terulangnya kejadian syncope yang dapat berlangsung lebih berat dan
membutuhkan waktu pemulihan lebih lama.
Referensi
:
Ø Kamadjaja.
Vasodepressor syncope di tempat praktek dokter gigi; Bagaimana mencegah dan
mengatasinya?. Jurnal PDGI 59 (1) Hal. 8-13. 2009
Labels:
Bedah Mulut
Subscribe to:
Posts (Atom)